NLL berawal dari pemikiran Gregory Bateson, yang kemudian dikembangkan oleh salah satu punggawa NLP, Robert Dilts. Dalam pengembangannya, Dilts membuat NLL menjadi lebih sistemik dan mudah untuk dipelajari serta dipahami oleh para pembelajar NLP (Neuro-Linguistic Programming).
Secara sederhana dijelaskan dalam Neuro-Logical Level (NLL) bahwa perilaku yang dimiliki oleh manusia mempunyai struktur yang terdiri dari beberapa lapisan (layer), yaitu : Environment (lingkungan), Behavior (perilaku), Capability (kemampuan), Belief/Value (keyakinan/nilai), Identity (identitas) dan Spiritual. Yang intinya NLL menyatakan bahwa dalam pembelajaran, perubahan, dan komunikasi terdapat hirarki atau tingkatan dari klasifikasi
Dengan memahami NLL yang dimiliki oleh seseorang dapat digunakan untuk membantunya dalam memfasilitasi perubahan diri. NLL juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan yang sedang dimiliki oleh seseorang, sehingga bagi para praktisi hipnoterapi yang menguasai hal ini dapat termudahkan tugasnya dalam sesi terapi.
Dalam proses pemrograman pikiran manusia, bila diperhatikan dan mengacu pada alur setiap lapisan Neuro-Logical Level adalah sebagai berikut : Sejak kecil hingga sekarang kita berinteraksi dengan lingkungan (environtment), lingkungan ini melingkupi keluarga (pola asuh), tetangga, pergaulan sehingga hal ini yang akan membentuk dan menentukan perilaku (behavior) kita, dan kemudian akan membentuk kecakapan/kemampuan (capability), apa yang menjadi kemampuan (capability) kita yang akan menentukan sistem kepercayaan/nilai (belief/value) di dalam diri, dan dari kesemuanya inilah akan membentuk menjadi sebuah identitas diri (identity).
Bila kita masih belum memahami penjelasan di atas, silahkan simak contoh berikut untuk membantu menjelaskan tentang NLL dari pengalaman sehari-hari manusia di bawah ini,
Sebut saja Bunga [bukan nama sebenarnya], sejak kecil dia menjadi bahan ejekan oleh saudara-saudara dan juga teman-temannya (environment) karena dia seringkali terjatuh dari sepeda yang dikendarainya. Sehingga dari apa yang diakukan oleh saudara dan teman-temannya tersebut membuat Bunga menjadi malu (behavior) dan tidak mau atau enggan untuk balajar menaiki sepeda kembali (capability). Dari sinilah Bunga menjadi percaya bahwa kegiatannya dalam bersepeda hanya membuatnya diejek dan menjadi bahan tertawaan saja (belief/value), sehingga sampai saat ini ketika Bunga diminta untuk membonceng temannya dia selalu mengatakan “Saya tidak bisa mengendarai sepeda” (Identity).
004/NLP
Leave a Reply